Rabu, 03 April 2013

PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA


A.Tax Treaty
Tax treaty adalah perjanjian perpajakan antara dua negara yang dibuat dalam rangka meminimalisir pemajakan berganda dan berbagai usaha penghindaran pajak. Perjanjian ini digunakan oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari suatu transaksi di antara mereka. Penentuan aspek perpajakan tersebut dilakukan berdasarkan klausul-klausul yang terdapat dalam tax treaty yang bersangkutan sesuai jenis transaksi yang sedang dihadapi.
Setiap tax treaty mempunyai prinsip-prinsip dasar yang kurang lebih sama, sebagai bagian dari konvensi internasional di mana setiap negara yang terlibat dalam suatu tax treaty menyusun treaty-nya masing-masing berdasarkan model-model perjanjian yang diakui secara internasional. Di dunia ini, ada dua model treaty yang sering dijadikan acuan dalam menyusun suatu treaty yaitu model OECD dan model PBB.

Memahami treaty yang berlaku antara suatu negara dengan negara lainnya, bisa dimulai dengan memahami prinsip-prinsip dasar tersebut. Dalam kenyataannya, memahami suatu tax treaty tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bahasa yang digunakan, jumlah klausul yang cukup banyak, pemahaman seseorang tentang dasar-dasar perpajakan dan berbagai sebab lainnya merupakan hal yang dapat mempengaruhi kesulitan tersebut. Dengan memahami prinsip-prinsip dasar dan prinsip umum yang berlaku dalam suatu treaty, seseorang akan menjadi lebih mudah memahami suatu treaty yang secara spesifik berlaku untuk negara tertentu.
Sebagai suatu perjanjian, sebuah treaty adalah kontrak yang mengikat suatu negara dengan negara lain dalam hal perlakuan perpajakan. Oleh sebab itu, di dalamnya selalu berisi klausul-klausul, pasal-pasal dan ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu aspek transaksi dan pihak tertentu tertentu. Pasal-pasal atau ayat-ayat (article atau artikel) yang terdapat dalam sebuah tax treaty pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi empat bagian besar yaitu bagian yang mengungkapkan cakupan tax treaty, bagian yang mengatur minimalisasi pengenaan pajak berganda, bagian tentang pencegahan penghindaran pajak dan bagian yang mencakup hal-hal lainnya.
Semua bagian itu cenderung lebih mudah dipahami dari pada berbagai definisi, istilah dan pengertian yang sering disebutkan dalam suatu tax treaty. Berbagai definisi, istilah dan pengertian inilah yang menjadi lebih penting untuk dipahami setiap pihak khususnya berkaitan dengan kepentingan dalam praktek bisnis sehari-hari.

Minimalisasi Pemajakan Berganda
Income from Immovable Property
Klausul ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan yang berasal dari harta tak bergerak termasuk penghasilan yang bersumber dari pertanian atau sektor perhutanan. Di dalamnya diatur bahwa negara tempat harta tak bergerak tersebut terletak juga dapat mengenakan pajak atas penghasilan dari harta tersebut. Artikel ini tidak memberikan definisi harta tak bergerak namun menegaskan bahwa definisi harta tak bergerak disesuaikan dengan undang-undang domestik negara tempat harta tersebut terletak.

Business Profits
Klausul ini merupakan perluasan dari klausul permanent establishment yang mengatur tentang pengenaan pajak atas laba usaha milik penduduk suatu negara yang bersumber dari negara treaty partner (negara pasangan dalam tax treaty). Penentuan dapat atau tidaknya negara treaty partner mengenakan pajak, sangat tergantung pada ada atau tidaknya BUT di suatu negara. Laba usaha milik penduduk suatu negara pada dasarnya hanya dapat dikenakan pajak di negara tersebut. Namun, apabila penduduk suatu negara mendapatkan penghasilan di negara treaty partner melalui BUT-nya, maka negara treaty partner tersebut berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima melalui BUT itu.

Shipping, Inland Waterways Transport and Air Transport
Klausul ini menjelaskan tentang pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh perusahaan pelayaran (termasuk pengangkutan di sungai dan danau) dan perusahaan penerbangan yang beroperasi di jalur internasional. Perusahaan yang bergerak di bidang ini bisa memperoleh penghasilan dari beberapa negara. Jika setiap negara mengenakan pajak atas laba yang diterimanya maka perusahaan pelayaran atau penerbangan tersebut tentunya akan menanggung beban pajak yang terlalu besar.
Dalam artikel ini umumnya diatur dua alternatif pengenaan pajak. Alternatif pertama, memberikan hak pemajakan kepada negara tempat di mana manajemen efektif berada. Alternatif kedua, sama dengan alternatif pertama dengan pengecualian untuk penghasilan dari pengoperasian kapal laut yang hak pemajakannya diberikan kepada kedua negara sekaligus.
Dividends
Dividen merupakan penghasilan yang diterima oleh pemegang saham dari suatu perusahaan. Tak sedikit negara yang mengenakan pajak atas penghasilan berupa dividen ini. Indonesia pun mengenakan pajak atas dividen baik yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri maupun Wajib Pajak luar negeri. Klausul dividends, sebagaimana namanya, memang merupakan aturan mengenai pengenaan pajak atas penghasilan berupa dividen. Dalam klausul ini dinyatakan bahwa negara tempat dividen berasal juga berhak mengenakan pajak atas dividen tersebut. Selanjutnya, artikel ini juga menyatakan tentang tarif pajak maksimal yang dapat dikenakan di negara asal dividen tersebut yang dibedakan menjadi dua yaitu tarif untuk dividen portofolio (saham dengan kepentingan semata-mata investasi) dan untuk dividen dari penyertaan langsung (saham dengan kepentingan kontrol).
Pada setiap tax treaty, besar tarif tersebut berbeda-beda namun umumnya lebih kecil dari tarif pajak domestik bagi dividen yang berlaku di kedua negara. Definisi dari dividen – yang tidak diatur dalam general definitions – juga diberikan dalam artikel ini.
Interest
Klausul ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan bunga yang diterima dari negara treaty partner. Selain memberikan definisi tentang bunga, klausul ini juga mengatur bahwa negara tempat bunga berasal (treaty partner) juga dapat mengenakan pajak atas bunga tersebut. Tak berbeda dari artikel dividen, artikel bunga pun mengatur tentang tarif maksimal pemotongan pajak untuk negara tempat dividen berasal.
Royalties
Klausul ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan royalti yang diterima dari negara treaty partner. Tak berbeda dari artikel dividen dan bunga, artikel royalti ini juga memberikan definisi royalti di samping mengatur bahwa negara tempat royalti berasal dapat mengenakan pajak sesuai dengan tarif maksimal yang disepakati.

Capital Gains
Artikel ini mengatur tentang penghasilan berupa keuntungan pemindahtanganan harta. Ketentuan dalam tax treaty pada umumnya mengatur bahwa negara tempat harta tersebut terletak sebelum dipindahkan juga berhak untuk mengenakan pajak. Termasuk dalam pengertian harta dalam artikel ini adalah harta berupa perumahan dalam suatu kawasan real estate.
Independent Personal Services
Klausul ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan yang diterima orang pribadi yang bersumber dari negara treaty partner sebagai imbalan dari jasa-jasa profesional yang diberikannya di negara tersebut. Aturan ini pada dasarnya sejalan dengan aturan permanent establishment dan business profits namun secara khusus ditujukan untuk orang pribadi yang memberikan jasa-jasa profesional (seperti dokter, pengacara) untuk dan atas namanya sendiri di negara treaty partner. Negara treaty partner tempat jasa tersebut dilakukan dapat mengenakan pajak sepanjang orang pribadi tersebut memiliki pangkalan tetap di sana atau berada di negara treaty partner melebihi batas waktu yang disepakati bersama.

Dependent Personal Services
Klausul ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh orang pribadi sehubungan dengan pemberian jasa yang dilakukannya di negara lain dalam suatu hubungan kerja. Berbeda dari pemberian jasa oleh independent personal yang dilakukan untuk dan atas namanya sendiri, jasa yang diberikan oleh orang pribadi yang dimaksud di sini merupakan jasa yang dilakukan untuk dan atas nama pihak lain yang memiliki hubungan kerja dengannya.
Di sini diatur bahwa negara tempat orang pribadi tersebut bekerja dapat mengenakan pajak atas penghasilan yang diterimanya. Namun untuk mengenakan pajak tersebut ada beberapa syarat kumulatif yang terlebih dahulu harus dipenuhi yaitu:
- Orang pribadi yang bersangkutan berada di negara lain melebihi time test yang telah disepakati;
- Penghasilan yang diterima oleh orang pribadi tersebut dibayarkan oleh pemberi kerjanya
- Penghasilan tersebut tidak dibebankan kepada BUT.

Directors’ Fees
Klausul ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh direktur yang bekerja pada perusahaan yang berada di negara lain (merupakan penduduk di negara tersebut). Dalam klausul ini dinyatakan bahwa penghasilan yang diterima oleh direktur dalam kapasitasnya yang murni sebagai seorang direktur dapat dikenai pajak di negara domisili perusahaannya tanpa memandang jangka waktu keberadaannya di sana.
Bila diperhatikan, prinsip ini berbeda dari prinsip pemajakan atas penghasilan orang pribadi yang lain sebagaimana diatur dalam klausul dependent dan independent personal services yang menggunakan syarat jangka waktu keberadaan sebagai alat menentukan aspek pemajakan.
Namun demikian, apabila pekerjaan yang dilakukan tidak lagi murni sebagai seorang direktur maka pemajakan atas penghasilan tersebut tidak lagi mengikuti ketentuan dalam klausul ini. Penentuan aspek pemajakannya disesuaikan dengan jenis kegiatan (pekerjaan) yang dilakukan oleh direktur tersebut. Jika direktur tersebut melakukan tugas-tugas manajerial misalnya, maka aspek pemajakannya mengacu pada klausul dependent personal services. Namun apabila direktur tersebut bekerja sebagai konsultan pada perusahaan, maka aspek pemajakannya dalam hal ini akan mengacu pada klausul independent personal services.

Artistes and Sportsmen
Klausul ini mengatur tentang pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh artis (entertainer) dan olahragawan (sportsmen) dari negara lain. Prinsip pemajakan yang diatur dalam artikel ini adalah negara tempat penghasilan tersebut bersumber dapat mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima oleh artis atau atlit. Prinsip ini juga berlaku meskipun penghasilan tersebut tidak langsung dibayarkan kepada sang artis/atlit (dibayarkan kepada pihak lain, contohnya agen). Termasuk dalam pengertian entertainer dalam artikel ini antara lain yaitu artis televisi, artis radio atau musisi. Sedangkan yang termasuk olahragawan antara lain adalah pemain sepak bola, pemain golf, pemain tenis, pemain catur atau pemain bridge.
Pensions
Klausul ini mengatur tentang penghasilan yang diterima oleh pensiunan swasta. Pada umumnya, penghasilan berupa pensiun dikenai pajak di negara tempat di mana pekerjaan itu dahulunya dilakukan. Namun sebagian besar tax treaty mengatur bahwa penghasilan tersebut dikenai pajak di negara di mana yang bersangkutan menjadi penduduk pada saat pensiun.
Government Service
Klausul ini mengatur tentang perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diterima oleh para pegawai negeri. Pada prinsipnya, hak pemajakan atas penghasilan yang diterima oleh para pegawai negeri diberikan kepada negara di mana ia bekerja. Hal yang sama juga berlaku atas penghasilan yang diterima oleh pensiunan pegawai negeri. Namun demikian, apabila pegawai negeri atau pensiunan tersebut merupakan warga negara dari salah satu negara dan sudah sejak awal menjadi penduduk di negara tersebut maka penghasilan yang diterimanya hanya dikenakan pajak di sana.

B.Permanent Establishment
Klausul ini mengatur tentang seberapa jauh jangkauan suatu negara dalam mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara tersebut.Pada zaman sekarang, suatu usaha tidak hanya dilakukan di negara sendiri. Di negara lain pun suatu pihak melakukan usaha. Apabila usaha di negara lain itu – sebut saja negara X – ternyata berhasil, adalah hal yang logis jika otoritas pajak di negara X ingin mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima.
Namun berkaitan dengan keinginan tersebut, tentu harus ada batas-batas atau aturan yang jelas hingga bisnis yang dilakukan – yang sekaligus merupakan investasi di negara X – tetap dapat berjalan dengan baik. Cerminan dari batas atau aturan tersebut adalah ketentuan tentan permanent establishment atau bentuk usaha tetap (BUT).

Contoh-contoh dari BUT dapat dikategorikan menjadi empat macam yaitu:
1.BUT Fasilitas Fisik
BUT tipe ini merupakan tipe yang paling mudah diketahui keberadaannya. BUT timbul karena adanya fasilitas fisik seperti gedung, kantor perwakilan, pabrik, bengkel dan lain-lain;
2.BUT Aktivitas
Timbulnya BUT tipe ini ditandai dengan adanya aktivitas yang melebihi batas waktu tertentu (time test) yang dilakukan di negara lain. Aktivitas tersebut bisa berupa pelaksanaan berbagai macam jasa (seperti jasa konstruksi atau jasa-jasa lainnya). Lamanya time test yang digunakan dapat berbeda-beda antara satu tax treaty dan tax treaty yang lain. Time test ini disesuaikan dengan kesepakatan dari kedua negara;
3.BUT Asuransi
Timbulnya BUT asuransi ditandai dengan keadaan di mana suatu perusahaan asuransi menerima premi atau menanggung risiko di negara lain;.
4.BUT Keagenan
BUT tipe keagenan timbul jika terdapat agen di negara lain yang memiliki wewenang untuk menentukan kontrak atau mengurus barang-barang dagang di negara lain.
Di dalam klausul ini juga ditentukan kondisi-kondisi di mana BUT dianggap tidak muncul seperti dalam hal suatu tempat yang hanya berfungsi untuk memajang barang-barang dagangan, tempat yang hanya digunakan untuk pembelian barang dagangan atau mengumpulkan informasi dan sebagainya.

Entry Into Force
Klausul ini menjelaskan tentang saat berlakunya sebuah tax treaty. Saat berlakunya tax treaty sangat tergantung dari selesainya tahap-tahap pembentukannya. Pembentukan sebuah tax treaty yang dimulai dari penandatanganan oleh kedua otoritas yang berwenang dan dilanjutkan dengan ratifikasi di kedua negara. Setelah kedua negara selesai meratifikasi, selanjutnya dilakukan pertukaran dokumen-dokumen ratifikasi. Setelah pertukaran dokumen ratifikasi ini selesai dilakukan maka tax treaty pun dapat diberlakukan.

Termination
Klausul ini menjelaskan tentang saat berakhirnya sebuah tax treaty. Tax treaty dapat berakhir setelah periode tertentu yang telah disepakati oleh kedua negara. Salah satu negara dapat mengakhiri sebuah tax treaty dengan cara mengadakan pemberitahuan terlebih dahulu yang harus dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah disepakati.

C.Transfer Pricing
          Dalam menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha terkait dengan transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, maka setelah dilakukan analisis kesebandingan, Wajib Pajak harus mementukan metode penentuan harga transfer yang tepat. Penentuan metode transfer pricing ini wajib didukung dengan kajian mendalam serta kajian tersebut wajib didokumentasikan.
Jenis-jenis Metode Transfer Pricing
Terdapat beberapa jenis metode penentuan harga transfer yang dapat dilakukan, yaitu :
  1. metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price/CUP);
  2. metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM);
  3. metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM).
Penerapan metode-metode di atas tidak bebas dilakukan tetapi harus dilakukan secara hirarkis. Pertama dimulai dengan menerapkan metode perbandingan harga antar pihak yang independen (CUP) sesuai dengan kondisi yang tepat. Jika metode perbandingan harga antar pihak yang independen (CUP) tidak tepat untuk diterapkan, wajib diterapkan metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM) sesuai dengan kondisi yang tepat.
Dalam hal metode penjualan kembali (resale price method/RPM) atau metode biaya-plus (cost plus method/CPM) tidak tepat untuk diterapkan, dapat diterapkan metode pembagian laba (profit split method/PSM) atau metode laba bersih transaksional (transactional net margin method/TNMM).

Metode Perbandingan Harga Antar Pihak Yang Independen (CUP)
Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price) atau disingkat metode CUP adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.
Kondisi yang tepat untuk menggunakan metode CUP ini adalah  :
  1. barang atau jasa yang ditransaksikan memiliki karakteristik yang identik dalam kondisi yang sebanding; atau
  2. kondisi transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan pihak-pihak yang tidak memiliki Hubungan Istimewa identik atau memiliki tingkat kesebandingan yang tinggi atau dapat dilakukan penyesuaian yang akurat untuk menghilangkan pengaruh dari perbedaan kondisi yang timbul.
Apabila tak ada kondisi di atas yang sesuai, maka metode CUP tidak dapat digunakan dan Wajib Pajak harus menggunakan metode lainnya yang sesuai.

Metode Biaya Plus (CPM)
Metode biaya-plus (cost plus method) atau metode CPM adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Kondisi yang tepat apabila akan menggunakan metode CPM ini adalah
  1. barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
  2. terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
  3. bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
Metode Pembagian Laba (PSM)
Metode pembagian laba (profit split method) atau metode PSM adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.

Metode PSM hanya dapat digunakan dalam kondisi sebagai berikut :
  1. transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sangat terkait satu sama lain sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan kajian secara terpisah; atau
  2. terdapat barang tidak berwujud yang unik antara pihak-pihak yang bertransaksi yang menyebabkan kesulitan dalam menemukan data pembanding yang tepat.
Metode Laba Bersih Transaksional (TNMM)
Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method) atau disingkat TNMM adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.
Metode TNMM ini digunakan jika tidak ada kondisi yang cocok yang dapat diterapkan untuk menggunakan metode CUP, RPM, CPM dan PSM. Dengan kata lain, metode ini adalah metode terakhir yang bisa digunakan jika metode yang lainnya tidak dapat digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar