I. PENDAHULUAN
Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan
perubahan besar luar biasa dalam persaingan, produksi, pemasaran, pengelolaan
sumber daya manusia, dan penanganan transaksi antara perusahaan dengan
pelanggan dan perusahaan dengan perusahaan lain. Persaingan yang bersifat
global dan tajam menyebabkan terjadinya penciutan laba yang diperoleh
perusahaan-perusahaan yang memasuki persaingan tingkat dunia. Hanya
perusahaan-perusahaan yang memiliki keunggulan pada tingkat dunia yang mampu memuaskan
atau memenuhi kebutuhan konsumen, mampu menghasilkan produk yang bermutu, dan
cost effevtive (Mulyadi, 1997).
Perubahan-perubahan tersebut mendorong perusahaan untuk
mempersiapkan dirinya agar bisa diterima di lingkungan global. Keadaan ini
memaksa manajemen untuk berupaya menyiapkan, menyempurnakan ataupun mencari
strategi-strategi baru yang menjadikan perusahaan mampu bertahan dan berkembang
dalam persaingan tingkat dunia. Oleh karena itu perusahaan dalam hal ini
manajemen harus mengkaji ulang prinsip-prinsip yang selama ini digunakan agar
dapat bertahan dan bertumbuh dalam persaingan yang semakin ketat untuk dapat
menghasilkan produk dan jasa bagi masyarakat.
Kunci persaingan dalam pasar global adalah kualitas total yang
mancakup penekanan-penekanan pada kualitas produk, kualitas biaya atau harga,
kualitas pelayanan, kualitas penyerahan tepat waktu, kualitas estetika dan
bentuk-bentuk kualitas lain yang terus berkembang guna memberikan kepuasan
terus menerus kepada pelanggan agar tercipta pelanggan yang loyal (Hansen dan
Mowen, 1999). Sehingga meningkatnya persaingan bisnis memacu manajemen untuk
lebih memperhatikan sedikitnya dua hal penting yaitu "keunggulan" dan
"nilai".
Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang
penting dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan
perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan sistem imbalan dalam perusaan, misalnya untuk menentukan tingkat
gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga dapat menggunakan
pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang
lalu.
Pemakaian penilaian kinerja tradisional yaitu ROI, Profit Margin dan
Rasio Operasi sebetulnya belum cukup mewakili untuk menyimpulkan apakah kinerja
yang dimiliki oleh suatu perusahaan sudah baik atau belum. Hal ini disebabkan
karena ROI, Profit Marjin dan Rasio Operasi hanya menggambarkan pengukuran
efektivitas penggunaan aktiva serta laba dalam mendukung penjualan selama
periode tgertentu. Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang riil
mengenai keadaan perusahaan karena tidak memperhatikan hal-hal lain di luar
sisi finansial misalnmya sisi pelanggan yang merupakan fokus penting bagi
perusahaan dan karyawan, padahal dua hal tersebut merupakan roda penggerak bagi
kegiatan perusahaan (Kaplan dan Norton, 1996).
Dalam akuntansi manajemen dikenal alat analisis yang bertujuan untuk
menunjang proses manajemen yang disebut dengan Balanced Scorecard yang
dikembangkan oleh Norton pada tahun 1990. Balanced Scorecard merupakan
suatu ukuran yang cukup komprehensif dalam mewujudkan kinerja, yang mana
keberhasilan keuangan yang dicapai perusahaan bersifat jangka panjang (Mulyadi
dan Johny Setyawan, 1999). Balanced Scorecard tidak hanya sekedar alat
pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan suatu bentuk transformasi
strategik secara total kepada seluruh tingkatan dalam organisasi.
.
II. PENILAIAN KINERJA DAN
BALANCED SCORECARD
2.1. Kinerja dan Penilaian
Kinerja
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi
oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang
dimiliki (Helfert, 1996).
Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk
sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu
periode dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu
atau yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas
manajemen dan semacamnya.
Adapun kinerja menurut Mulyadi adalah penentuan secara periodik
efektivitas operasional organisasi, bagian organisasi dan karyawannya
berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal
dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan oleh organisasi (Mulyadi dan Johny setyawan, 1999).
Penilaaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak
semstinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya
diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta pemberian
penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Dengan adanya penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh
dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang
disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara
keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk motivasi dan rangsangan pada
masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien. Menurut Mulyadi
penilaian kinerja dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk:
1.
Mengelola
operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian karyawan
secara maksimum.
2.
Membantu
pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawannya seperti promosi,
pemberhentian, mutasi.
3.
Mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria
seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
4.
Menyediakan
umpan balik bagi karyawan mengeai bagaimana atasan mereka menilai kinerja
mereka.
5.
Menyediakan suatu dasar bagi
distribusi penghargaan.
Adapun ukuran penilaian kinerja yang dapat digunakan untuk manilai
kinerja secara kuantitatif (Mulyadi, 1997):
Ukuran Kinerja unggul.
Adalah ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran penilaian.
Dengan digunakannya hanya satu ukuran kinerja, karyawan dan manajemen akan
cenderung untuk memusatkan usahanya pdada kriteria tersebut dan mengabaikan
kriteria yang lainnya, yang mungkin sama pentingnya dalam menentukan sukses
tidaknya perusahaan atau bagian tertentu.
Ukuran kinerja beragam.
Adalah ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran untuk
menilai kinerja. Ukuran kinerja beragam merupakan cara untuk mengatasi
kelemahan kriteria kinerja tunggal. Berbagai aspek kinerja manajer dicari
ukuran kriterianya sehingga manajer diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria.
Ukuran kinerja gabungan.
Dengan adanya kesadaran beberapa kriteria lebih penting bagi
perusahaan secara keseluruah dibandingkan dengan tujuan lain, maka perusahaan
melakukan pembobotan terhadap ukuran kinerjanya. Misalnya manajer pemasaran
diukur kinerjanya dengan menggunakan dua unsur, yaitu provitabilitas dan pangsa
pasar dengan pembobotan masing-masing 5 dan 4. Dengan cara ini manajer
pemasaran mengerti yang harus ditekankan agar tercapai sasaran yang dituju
manajer puncak.
Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang biasa digunakan
adalah ukuran keuangan, karena ukuran keuangan inilah yang dengan mudah
dilakukan pengukurannya. Maka kinerja personil yang diukur adalah hanya yang
berkaitan dengan keuangan, hal-hal yang sulit diukur diabaikan atau diberi
nilai kuantitatif yang tidak seimbang.
Ukuran-ukuran keuangan tidak memberikan gambaran yang riil mengenai
keadaan perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa metode
pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan yang diakui dalam akuntansi, misalnya
depresiasi, pengakuan kas, metode penentuan laba, dan sebagainya.
2.2. Balanced Scorecard.
Balanced scorecard merupakan suatu
metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif
untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan, proses
bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Dari keempat
perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced scorecard menekankan
perspektif keuangan dan non keuangan. Pendekatan Balanced Scorecard dimaksudkan
untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu (Kaplan dan Norton, 1996):
1.
Bagaimana penampilan perusahaan
dimata para pemegang saham?. (perspektif keuangan).
2.
Bagaimana pandangan para
pelanggan terhadap perusahaan ? (Perspektif pelanggan).
3.
Apa yang menjadi keunggulan
perusahaan? (Perspektif proses internal).
4.
Apa perusahaan harus terus
menerus melakukan perbaikan dan menciptakan nilai secara berkesinambungan?
(Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).
2.2.1. Konsep Balanced
Scorecard.
Konsep balanced scorecard
berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Kapalan
dan Norton, 1996 menyatakan bahwa Balanced scorecard terdiri dari kartu skor
(scorecard) dan berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan
untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan
untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh peronil di masa depan.
Melalui kartu skor, skor yang akan diwujudkan personil di masa depan
dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini
digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personil yang bersangkutan.
Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja personil diukur
secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan
jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh sebab itu personil harus
mempertimbangkan keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan non
keuangan, antara kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja
yang bersifat intern dan yang bersifat ekstern jika kartu skor personil
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan di masa depan.
Balanced scorecard memperkenalkan empat
proses manajemen yang baru, yang terbagi dan terkombinasi antara tujuan
strategik jangka panjang dengan peristiwa-peristiwa jangka pendek. Keempat
proses tersebut adalah (Kaplan dan Norton, 1996):
Menterjemahkan
visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi
organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi
adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatang.
Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu
merumuskan strategi. Tujuan
ini menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya.
Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam
sasaran strategik dengan ukuran pencapaiannya.
Komunikasi dan Hubungan.
Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa
yang dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para
pemegang saham dan konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja
karyawan yang baik. Untuk itu, balanced scorecard
menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga kegiatan:
1.
Comunicating and educating
2.
Setting Goals
3.
Linking Reward to
Performance Measures
Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara
rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat
mengimplementasikan berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya
masing-masing saling bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut
membuat manajer mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul
dan berbeda di setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced
scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang
lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka
panjang perusahaan secara menyeluruh.
Umpan Balik dan Pembelajaran.
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada
perusahaan. Dengan balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka
perusahaan dapat melaukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan
perusahaan dalam jangka pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen,
proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai
umpan balik dalam mengevaluasi strategi.
2.2.2.Tolok Ukur dalam Balanced
Scorecard.
Perspektif Keuangan (finansial)
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balanced scorecard
karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi ekonomi yang terjadi
akibat keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Tujuan pencapaian kinerja
keuangan yang baik merupakan fokus dari tujuan-tujuan yang ada dalam tiga
perspektif lainnya. Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada
masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton dibedakan
menjadi tiga tahap:
Growth (Berkembang)
Berkembang merupakan tahap pertama dan tahap awal dari siklus
kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan
yang sama sekali atau peling tidak memiliki potensi untuk berkembang. Untuk
menciptakan potensi ini, kemungkinan seorang manajer harus terikat komitmen
untuk mengembangkan suatu produk atau jasa baru, membangun dan mengembangkan
fasilitas produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem,
infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global,
serta mengasuh dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Perusahaan dalam
tahap pertumbuhan mungkin secara aktual beroperasi dengan cash flow negatif dan
tingkat pengembalian atas modal yang rendah. Investasi yang ditanam untuk
kepentingan masa depan sangat memungkinkan memakai biaya yang lebih besar
dibandingkan dengan jumlah dana yang mampu dihasilkan dari basis operasi yang
ada sekarang, dengan produk dan jasa dan konsumen yang masih terbatas. Sasaran
keuangan untuk growth stage menekankan pada pertumbuhan penjualan di dalam
pasar baru dari konsumen baru dan atau dari produk dan jasa baru.
Sustain Stage
(Bertahan).
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana perusahaan
masih melakukan investasi dan reinbestasi dengan mempersyaratkan tingkat
pengembalian yang terbaik, Dalam tahap ini perusahaan berusaha mempertahankan
pangsa pasar yang ada dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan
umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan, mengembangkan kapasitas dan
meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada
strategi-stratei jangka panjang. Sasaran keuangan tahap ini lebih diarahkan
pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
Harvest (Panen).
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana
perusahaan melakukan panen (harvest) terhadap investasi mereka. Perusahaan
tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk memelihara dan
perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan eksppansi atau membangun suatu
kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas yang
masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest adalah cash flow
maksimum yang mampu dikembalikan dari investasi dimasa lalu.
Perspektif Pelanggan.
Pada masa lalu seringkali perusahaan mengkonsentrasikan diri pada
kemampuan internal dan kurang memperhatikan kebutuhan konsumen. Sekarang
strategi perusahaan telah bergeser fokusnya dari internal ke eksternal. Jika
suatu unit bisnis inin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka
panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk atau jasa yang
bernilai dari biaya perolehannya. Dan suatu produk akan semakin bernilai
apabila kinerjanya semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang
diharapkan dan persepsikan konsumen (Heppy Julianto, 2000). Tolok ukur kinerja
pelanggan dibagi menjadi dua kelompok (Budi W. Soejtipto, 1997):
1. Kelompok Inti
·
Pangsa pasar: mengukur seberapa
besar pororsi segmen pasar tertentu yang dikuasai oleh perusahaan.
·
Tingkat perolehan para
pelanggan baru: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil menarik
pelanggan-pelanggan baru.
·
Kemampuan mempertahankan para
pelanggan lama: mengukur seberapa banyak perusahaan berhasil mempertahankan
pelangan-pelanggan lama.
·
Tingkat kepuasan pelanggan:
mengukur seberapa jauh ppelanggan merasa puas terhadap layanan perusahaan.
·
Tingkat profitabilitas
pelanggan: mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diraih oleh
perusahaan dari penjualan produk kepada para pelanggan.
2. Kelompok Penunjang.
·
Atribut-atribut produk (fungsi,
harga dan mutu)
Tolok ukur atribut produk adalah tingkat harga eceran relatif,
tingkat daya guna produk, tingkat pengembalian produk oleh pelanggan sebagai
akibat ketidak sempurnaan proses produksi, mutu peralatan dan fasilitas
produksi yang digunakan, kemampuan sumber daya manusia serta tingkat efisiensi
produksi.
·
Hubungan dengan pelanggan
Tolok ukur yang termasuk sub kelompok
ini, tingkat fleksibilitas perusahaan dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan
para pelanggannya, penampilan fisik dan mutu layanan yang diberikan oleh
pramunaga serta penampilan fisik fasilitas penjualan.
·
Citra
dan reputasi perusahaan beserta produk-produknya dimata para pelanggannya dan
masyarakat konsumen.
Perspektif Proses Bisnis Internal.
Menurut Kaplan dan Norton 1996, dalam
proses bisnis internal, manajer harus bisa mengidentifikasi proses internal
yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karena proses
internal tersebut mempunyai nilai-nilai yang diinginkan konsumen dan dapat
memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam
proses bisnis internal meliputi:
1.
Inovasi.
Inovasi yang dilakukan dalam perusahaan
biasanya dilakukan oleh bagian riset dan pengembangan. Dalam tahap inovasi ini
tolok ukur yang digunakan adalah besarnya produk-produk baru, lama waktu yang
dibutuhkan untuk mengembangan suatu produk secara relatif jika dibandingkan
perusahaan pesaing, besarnya biaya, banyaknya produk baru yang berhasil
dikembangkan.
2.
Proses
Operasi.
Tahapan ini merupakan tahapan dimana
perusahaan berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggan dalam
memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Tolok ukur yang digunakan antara
lain Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), tingkat kerusakan produk pra
penjualan, banyaknya bahan baku terbuang percuma, frekuensi pengerjaan ulang
produk sebagai akibat terjadinya kerusakan, banyaknya permintaan para pelanggan
yang tidak dapat dipenuhi, penyimpangan biaya produksi aktual terhadap biaya
anggaran produksi serta tingkat efisiensi per kegiatan produksi.
3.
Proses
Penyampaian Produk atau Jasa pada Pelanggan.
Aktivitas penyampaian produk atau jasa
pada pelanggan meliputi pengumpulan, penuimpanan dan pendistribusian produk
atau jasa serta layanan purna jual dimana perusahaan berupaya memberikan
manfaat tambahan kepada pelanggan yang telalh membeli produknya seperti layanan
pemeliharaan produk, layanan perbakan kerusakan, layanan penggantian suku
cadang, dan perbaikan pembayaran.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Perspektif keempat dalam balanced
scorecard mengembangkan pengukuran dan tujuan untuk mendorong organisasi
agar berjalan dan tumbuh. Tujuan dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
adalah menyediakan infrastruktur untuk mendukung pencapaian tiga perspektif
sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan dan sasaran dari proses bisnis
internal dapat mengungkapkan kesenjangan antara kemampuan yang ada dari orang,
sistem dan prosedur dengan apa yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kinerja
yang handal. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut
perusahaan harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling employes.
Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah (Kaplan dan Norton, 1996):
·
Karyawan.
Hal yang perlu ditinjau adalah kepuasan karyawan dan produktivitas
kerja karyawan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan perusahaan perlu
melakukan survei secara reguler. Beberapa elemen kepuasan karyawan adalah
keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan, akses untuk memperoleh
informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif serta dukungan
dari atasan. Produktivitas kerja merupakan hasil dari pengaruh agregat
peningkatan keahlian moral, inovasi, perbaikan proses internal dan tingkat
kepuasan konsumen. Di dalam menilai produktivitas kerja setiap karyawan
dibutuhkan pemantauan secara terus menerus.
·
Kemampuan Sistem Informasi.
Perusahaan perlu memiliki prosedur informasi yang mudah dipahami dan
mudah dijalankan. Tolok ukur yang sering digunakan adalah bahwa informasi yang
dibutuhkan mudah didapatkan, tepat dan tidak memerlukan waktu lama untuk
mendapat informasi tersebut.
Keunggulan Balanced Scorecard.
Dibandingkan dengan pengukuran kinerja tradisional yang hanya
mengukur kinerja berdasarkan perspektif keuangan, maka balanced scorecard
memiliki beberapa keunggulan (Barbara Gunawan, 2000):
Komprehensif.
Balanced scorecard menekankan pengukuran
kinerja tidak hanya aspek kuantitatif saja, tetapi juga aspek kealitatif. Aspek
finansial dilengkapi dengan aspek customer, inovasi dan market development
merupakan fokus pengukuran integral. Keempat perspektif menyediakan
keseimbangan antara pengukuran eksternal seperti laba pada ukuran internal seperti
pengembangan produk baru. Keseimbangan ini menunjukkan trade off yang dilakukan
oleh manajer terhadap ukuran-ukuran tersebut untuk mendorong manajer untuk
mencapai tujuan tanpa membuat trade off di antara kunci-kunci sukses tersebut
melalui empat perspektif. Balanced scorecard mampu memandang berbagai
faktor lingkungan secara menyeluruh.
Adaptif dan Responsif terhadap
Perubahan Lingkungan Bisnis.
Pengukuran aspek keuangan tradisional melaporkan kejadian masa lalu
tanpa menunjukkan cara meningkatkan kinerja di masa depan. Aspek customer,
inovasi dan pengembangan, learning memberikan pedoman terhadap customer yang
selalu berubah preferensinya.
Fokus terhadap tujuan perusahaan.
Adapun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada setiap perspektif
adalah (Barbara Gunawan, 2000):
·
Perspektif Keuangan.
Terwujudnya tanggung jawab ekonomi melalui penerapan pengetahuan
manajemen dalam pengolahan bisnis dan peningkatan produktivitas yang dikuasai
personil.
·
Perspektif Customer.
Terwujudnya tanggung jawab sosial sehingga perusahaan dikenal secara
luas sebagai perusahaan yang akrab dengan lingkungan.
·
Perspektif Proses Bisnis
Internal.
Terwujudnya pelipatgandaan kinerja seluruh personil perusahaan
melalui implementasi.
·
Perspektif Pembelajaran dan
Pertumbuhan
Terwujudnya keunggulan jangka penjang perusahaan lingkungan bisnis
global melalui pengembangan dan pemfokusan potensi sumber daya manusia.
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN APLIKASI BALANCED SCORECARD
Dalam penelitian Nomura Research Institute (NRI) Papers No.
45, 1 April 2002 dikemukakan bahwa Jepang sudah beberapa tahun lalu
mengintroduksikan pola kerja balance scorecard (BSC) terhadap lebih dari
20 perusahaan (Morisawa, 2002:3). Dari hasil penelitiannya, NRI dapat memberi
kesimpulan bahwa berdasarkan pengalaman-pengalaman perusahaan yang menerapkan
pengukuran kinerja dengan balanced scorecard tersebut merasakan bahwa balanced
scorecard memang memiliki keunggulan yang dirangkum menjadi lima point
sebagai berikut:
1.
Balanced scorecard dapat digunakan untuk melakukan perbaikan keseimbangan di antara
sasaran-sasaran jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
2.
Dapat menciptakan pemahaman
strategi perubahan dengan menyusun atau menetapkan indikator-indikator
non-finansial kuantitatif disamping indikator-indikator finansial.
3.
Mengurangi keragu-raguan atau
kekaburan dengan tetap menjaga indikator-indikator non finansial kuantitatif.
4.
Mempromosikan proses
pembelajaran organisasi melalui suatu pengulangan siklus hipotesis verifikasi.
5.
Memperbaiki platform strategi
komunikasi secara umum dalam organisasi yang mencerminkan keterkaitan antara
pimpinan dan bawahan. NRI mengemukakan salah satu contoh kasus yang spektakuler
tentang keberhasilan penerapan Balanced scorecard yang berimplikasi pada
perbaikan kinerja perusahaan seperti yang dialami oleh perusahaan KANSAI
ELECTRIC POWER CO. LTD, perusahaan terbesar kedua di Jepang yang memproduksi
dan mensuplai kebutuhan listrik di Jepang. Perusahaan ini memperkenalkan cara
kerja baru yang disebut "Linked Contract" yang kinerjanya diukur dengan
Balanced Scorecard.
Murphy and Russel (2002:2) menemukan bahwa penggunaan Balanced
Scorecard dapat menggantikan Costumer Relationship Management (CRM)
Strategi, yakni suatu strategi dimana perusahaan mencoba mengelola hubungan
yang baik dengan para pelanggan untuk menciptakan nilai tambah untuk para
pelanggan dan untuk perusahaan itu sendiri. Hal ini ditunjukkan bahwa lebih
dari setengah proyek-proyek CRM tidak menghasilkan nilai tambah apapun bagi
perusahaan, dan 50% dari CRM Strategy tetap saja mengalami kegagalan
dalam penerapannya di dunia bisnis, namun Balanced Scorecard dapat
menggantikannya.
R. Abdul Haris dalam penelitiannya terhadap 64 BUMD di Jawa Timur
menemukan bahwa kinerja BUMD tergolong baik, terutama perspektif keuangan yang
seluruh indikatornya (pertumbuhan pendapatan, efisiensi biaya, peningkatan laba
dan pemanfaatan aktiva/ strategi investasi). Namun ditemukan pula adanya
beberapa perspektif yang perlu dibenahi yaitu: perspektif pelanggan yakni
pencapaian kuantitas produksi serta pangsa pasar yang dimiliki, perspektif
proses bisnis internal yakni jaringan hubungan dengan pemasok dan pengendalian
kualitas, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yakni peningkatan
kinerja dan pemenuhan kebutuhan karyawan.
IV. KESIMPULAN
Dalam menilai kinerja suatu perusahaan, ukuran-ukuran keuangan saja
dinilai kurang mewakili. Hal ini disebabkan karena ukuran-ukuran keuangan
memiliki beberapa kelemahan yaitu (Mulyadi, 1997): Pendekatan finansial
bersifat historis sehingga hanya mampu memberikan indikator dari kinerja
manajemen dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan kearah yang lebih
baik. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang
mengarah kepada manajemen strategis. Tidak mampu mempresentasikan kinerja
intangible assets yang merupakan bagian struktur aser perusahaan.
Balanced scorecard dapat digunakan sebagai alternatif pengukuran
kinerja perusahaan yang lebih komprehensif dan tidak hanya bertumpu pada
pengukuran atas dasar perspektif keuangan saja. Hal ini terbukti dengan adanya
manfaat-manfaat yang dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang menerapkannya.
kok ga ada sumbernya di kutip darimana ya ?
BalasHapus