Rabu, 27 Maret 2013

OPERASI PENGANGGARAN


A.  Manajemen Resiko Pemerintah Daerah
Manajemen risiko yang efektif adalah salah satu elemen penting dari tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Pemerintah harus secara proaktif memastikan dapat dicapainya kesinambungan, pelayanan masyarakat, dan pengembangan tujuan organisasi yang sejalan dengan visi dan misi pemerintah dalam perspektif memenuhi ekspektasi para stakeholder-nya. Untuk mewujudkan hal tersebut, manajemen pemerintah perlu secara terus menerus mengenali risiko-risiko tata kelola yang dapat mempengaruhi kemampuan dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Secara umum, risiko didefinisikan sebagai segala kejadian dalam setiap aktivitas pemerintah yang timbul akibat faktor eksternal maupun internal, yang mengandung potensi menghambat/ menghalangi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen risiko dirancang untuk dapat mengidentifikasi, menganalisa dan mengendalikan risiko yang mungkin terjadi pada setiap proses aktivitas yang dijalankan. Apabila instansi pemerintah telah memiliki dan menjalankan manajemen risiko yang efektif maka risiko yang dihadapi oleh pemerintah telah diidentifikasi dan dikelola sedemikian rupa sampai dengan tingkatan tertentu yang dapat diterima oleh pemerintah. 

Tujuan dan Implementasi Manajemen Risiko

Manajemen Risiko merupakan suatu proses yang sistematik dan berkelanjutan yang dirancang dan dijalankan manajemen di seluruh level dan seluruh personil pemerintahan, guna memberikan keyakinan yang memadai bahwa semua risiko yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan telah diidentifikasi dan dikelola sedemikian rupa sehingga risiko dimaksud berada dalam batas-batas yang dapat diterima. 

Tujuan pokok manajemen risiko antara lain sebagai berikut:
- Memastikan risiko-risiko yang ada di pemerintah telah diidentifikasi/ dikenali dan dinilai tingkat signifikansinya, serta telah dibuatkan rencana tindakan untuk meminimalisasi dampak dan kemungkinan terjadinya risiko tersebut.
- Memastikan bahwa jika rencana tindakan dilaksanakan secara efektif, maka tindakan dimaksud dapat meminimalisasi dampak dan kemungkinan terjadinya risiko.
- Memberikan rekomendasi kepada manajemen mengenai risiko-risiko yang mungkin terjadi serta usulan penanganannya.
Hampir di semua area/ unit memiliki risiko dengan bentuk yang berbeda-beda. Oleh karena itu manajemen risiko yang efektif harus menjadi bagian integral dari praktik manajemen pemerintah.
Proses Manajemen Risiko Pemerintah terdiri dari beberapa tahapan:
1. Identifikasi Risiko (Risk Identification);
2. Penilaian Risiko (Risk Assessment);
3. Penentuan Risk Response;
4. Pemantauan dan Pelaporan Risiko
Tahapan identifikasi risiko merupakan tahapan mengenali terhadap seluruh aktivitas pemerintah, baik yang sedang maupun yang baru berjalan. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan tujuan untuk mengenali factor-faktor risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan pemerintah, menyebabkan kerugian atau bahkan merusak reputasi pemerintah. Identifikasi risiko secara menyeluruh yang ada di dalam pemerintah akan menghasilkan suatu daftar risiko (risk register). Seluruh risiko yang telah teridentifikasi kemudian dikelompokkan ke dalam kategori-kategori tertentu seperti risiko strategis, risiko gangguan operasional, risiko finansial, risiko reputasi, risiko kepegawaian dan lain-lain. Aktivitas identifikasi risiko merupakan tanggung jawab masing-masing risk owner untuk proses dan unit terkait.
Tahapan Penilaian Risiko, merupakan aktivitas yang dilaksanakan untuk menilai besarnya pengaruh dari risiko-risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Pengukuran risiko akan dilihat dari 2 (dua) perspektif yaitu kemungkinan keterjadian (likelihood) dan besarnya pengaruh risiko kepada Pemerintah (impact). Risiko dinilai dengan mengacu kepada tabel kriteria yang terkait dengan keterjadian maupun impact. Kriteria sebagai acuan penilaian dimaksud akan terus berkembang dan berubah untuk disesuaikan dengan perkembangan aktivitas pemerintah dan perubahan risk appetite manajemen.
Hasil penilaian seluruh risiko tersebut kemudian dipetakan/ diplot ke dalam suatu kwadran Peta Risiko (Risk Map). Peta Risiko (Risk Map) merupakan penggambaran secara visual tingkat masing-masing individual risiko yang telah teridentifikasi dengan diberi warna-warna menurut tinggi-rendahnya. Risiko-risiko yang sangat tinggi (Very High) diindikasikan dengan warna merah dan masuk dalam kategori risiko yang memerlukan perhatian Manajemen. Risiko-risiko ini memerlukan perhatian segera dari Manajemen karena membutuhkan mitigasi/rencana aksi yang segera untuk dapat mengurangi besarnya pengaruh dampak dan/atau kemungkinan keterjadian risiko tersebut. Risiko-risiko tinggi (High) dan menengah (Medium) secara berturut-turut diindikasikan dengan warna oranye dan kuning. Risiko- risiko yang masuk dalam kwadran tinggi dan medium (oranye dan kuning), bersama-sama dengan risiko- risiko dengan katagori sngat tinggi merupakan risiko pemerintah yang harus 2 menjadi pertimbangan Internal Audit dalam menentukan focus dan Rencana Kerja Internal Audit. Risiko-risiko rendah (Low) dan sangat rendah (Very Low) diindikasikan dengan warna biru dan hijau. Risiko-risiko ini harus dikelola melalui tindakan pemantauan (monitoring) untuk meyakinkan dampak dan kemungkinan tetap berada di kwadran rendah dan sangat rendah, atau dapat dikurangi ke tingkat minimum secara ideal.
Tahapan Penentuan Risk Response, rencana tindakan/aktivitas yang akan dilakukan oleh manajemen dengan tujuan untuk mengurangi, membagi, menghindar dan/atau menerima risiko-risiko tersebut. Setelah risiko diidentifikasi dan diukur, maka Manajemen menentukan risk response untuk risiko-risiko tersebut. Setiap risk response yang ditetapkan harus mampu membuat tingkat pengaruh (impact) dan tingkat keterjadian (likelihood) dari risiko-risiko yang teridentifikasi masuk dalam rentang tingkat risiko yang dapat diterima Pemerintah (Risk Tolerance). 4. Tahapan Pemantauan dan Pelaporan Risiko Pemantauan dan Pelaporan Risiko adalah aktivitas untuk mendapatkan informasi up to date dan akurat mengenai risiko pemerintah guna memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih baik. Manfaat dari melakukan pemantauan dan pelaporan risiko adalah untuk mendapatkan pemahaman dari sifat dan cakupan risiko-risiko eksisting, untuk mencegah risiko muncul dan untuk menganalisa kerugian historis. Pemantauan dan pelaporan risiko memiliki tujuan utama memotivasi pemilik risiko (risk owner) untuk mengambil tanggung jawab manajemen risiko dengan menjadikannya sebagai bagian penting dari aktivitas bisnis normal yang menjadi tanggung jawab mereka. Seluruh informasi yang relevan dengan proses manajemen risiko Pemerintah dikumpulkan dan dikomunikasikan dalam format dan waktu yang tepat melalui mekanisme pelaporan risiko yang efektif kepada Risk Owner terkait.

B.  Kebijakan dana Manajemen Pensiun
1. Kepentingan Pengurus Dana Pensiun terhadap Prosedur Standar Operasional
Secara umum, seringkali terdapat pemahaman yang keliru atau kurang tepat tentang pihak-pihak yang berkepentingan dengan keberadaan dan kelengkapan Prosedur Standar Operasional (PSO atau SOP) yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga atau Badan Usaha.
Walaupun dalam kenyataannya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP memang merupakan dokumen yang sehari-hari “hanya” menyangkut kepentingan seorang atau sekelompok orang (Pekerja) untuk digunakan sebagai pedoman untuk melakukan, melaksanakan dan menyelenggarakan serta menyelesaikan proses pekerjaan tertentu, sebenarnya Prosedur Standar Operasional atau SOP juga menyangkut kepentingan dan merupakan dokumen yang mutlak diperlukan oleh berbagai pihak yang lain.
Memperhatikan luasnya cakupan kegunaan dari dokumen Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP sebagaimana yang telah dikemukakan dalam bagian tulisan ini sebelumnya, pada hakekatnya Manajemen (Pengurus) Dana Pensiun merupakan pihak yang paling bekepentingan dengan ada atau tidaknya serta kelengkapan dan efektifitas dari dokumen Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP.
§  Tanpa adanya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP, Manajemen atau Pengurus Dana Pensiun tidak akan dapat memiliki keyakinan atau kepastian, bahwa semua Proses pekerjaan operasioanl yang dijalankan oleh jajaran Dana Pensiun akan terselenggara dan terselesaikan dengan baik.
§ Manajemen atau Pengurus Dana Pensiun juga berkepentingan untuk memperoleh kepastian, bahwa semua kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan dan digariskan akan ditaati serta diterapkan. Dengan demikian, tanpa adanya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP yang efektif, fungsi dan kegunaan semua Pedoman Kebijakan Tata Kelola sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban Pengurus kepada Pendiri, Peserta, dan Pemangku Kepentingan lainnya tidak akan terpenuhi.
§  Manajeman (Pengurus) Dana Pensiun sangat memerlukan kecukupan dan keakuratan serta ketepatan waktu perolehan informasi untuk menetapkan berbagai keputusan dan kebijakan. Data dan informasi tersebut antara lain didapat dari hasil pelaksanaan kegiatan operasional, yang harus diselenggarakan berdasarkan Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP yang baku.
Dengan demikian, tanpa adanya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP yang lengkap dan efektif, Manajemen (Pengurus) Dana Pensiun akan mengalami kesilitan untuk meyakini dan memperoleh kepastian tentang kelengkapan, keakuratan dan ketepatan waktu perolehan semua informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan dan menetapkan kebijakan.
§   Tanpa adanya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP yang diterapkan secara efektif dan konsisten, penerapan Pengawasan Internal sebagai salah satu fungsi Manajemen, atas pelaksanaan operasional kegiatan Dana Pensiun juga tidak akan dapat berjalan dan terselenggara dengan baik. Demikian pula halnya dengan penerapan Pembinaan dan Pengawasan oleh Dewan Pengawas dan Regulator.
§ Tidak adanya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP yang baku, juga akan mengakibatkan tidak adanya kepastian, bahwa kegiatan pelayanan dan pemenuhan kepentingan Peserta dan Mitra Kerja dapat terselenggara dengan tertib, wajar, dan adil.
Sehubungan dengan itu, Manajemen atau Pengurus Dana Pensiun sebenarnya merupakan pihak yang paling berkepentingan dengan penyusunan dan penetapan Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP, dan sekaligus merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kelengkapan Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP, disamping kelengkapan dari Pedoman Kebijakan atau Policy.

2. Pemeliharaan Efektifitas Pedoman Tata Kelola
Sebagaimana halnya yang seringkali terjadi pada perangkat peraturan dan pedoman lainnya secara umum, salah satu kelemahan yang mendasar pada penerapan Tata Kelola Dana Pensiun adalah tidak atau kurangnya konsistensi dan kesinambungan dalam penyusunan/penetapan dan penerapan Pedoman Tata Kelola.
Seringkali terjadi, bahwa Pedoman Tata Kelola yang telah disadari kepentingannya, dan pada awalnya telah disusun dan ditetapkan dengan susah payah, kemudian tidak diperhatikan efektifitasnya, serta tidak digunakan atau diterapkan secara konsisten sebagaimana seharusnya.
Seringkali Pedoman Tata Kelola yang telah ada diperlakukan sekedar sebagai arsip atau dokumen yang dikategorikan sebagai dokumen pasif dan statis.Sehubungan dengan itu, Manajemen (Pengurus) Dana Pensiun dan semua pihak yang berkepentingan dengan penerapan Tata Kelola Yang Baik Dana Pensiun harus sepenuhnya menyadari, bahwa Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun merupakan seperangkat dokumen yang dinamis dan aktif, yang setiap saat berubah/berkembang, dan setiap saat diperlukan dan harus dalam keadaan siap untuk digunakan dengan sebaik-baiknya sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan pengelolaan Dana Pensiun.
Oleh karena itu, keseluruhan Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun, baik Pedoman Kebijakan (Policy), maupun Pedoman Operasional (Prosedur Standar Operasional) Dana Pensiun harus memenuhi persyaratan yang dikenal sebagai prinsip ”3E3R”, yakni 

§ Existence (Ketersediaan, Kelengkapan)
Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun harus ada (exist) dan disusun serta ditetapkan secara lengkap, meliputi seluruh kegiatan dan semua aspek pengelolaan Dana Pensiun, baik dalam bentuk Pedoman Kebijakan (Policy) maupun Pedoman Operasional (Procedures).
 
§ Effectiveness (Ke efektifan, Daya Guna)
Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun setiap saat harus selalu dapat digunakan secara efektif, dalam arti benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan sepenuhnya dapat digunakan sebagai sarana penunjang dan pedoman pelaksanaan semua kegiatan Dana Pensiun

§ Enforcement (Penerapan, Pendayagunaan)
Seluruh Pedoman Tata Kelola yang ada dan dibuat serta ditetapkan secara lengkap dan resmi, dan memenuhi syarat untuk dapat digunakan secara efektif tersebut, hanya akan menjadi sekumpulan dokumen yang tidak berguna, apabila tidak diterapkan dan dipatuhi (enforced) secara konsisten dan berkesinambungan.
Seluruh jajaran Dana Pensiun harus memiliki komitmen yang kuat untuk selalu menerapkan dan mematuhi semua ketentuan dalam Pedoman Tata Kelola, baik Pedoman Kebijakan (Policy) maupun Pedoman Operasional (Procedures).
Dalam kaitan ini, keteladanan dari Manajemen/Pengurus Dana Pensiun dan penerapan fungsi Pengawasan Intern sangat penting dan sangat besar artinya.
Untuk dapat memenuhi ketiga persyaratan ”3E” bagi terpeliharanya efektifitas dan kegunaan dari Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun tersebut, Manajemen/Pengurus Dana Pensiun harus selalu menerapkan tindakan ”3 R” seperti dibawah ini secara konsisten terhadap pengelolaan Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun
Tindakan-tindakan tersebut adalah :

§ Review (Peninjauan Kembali, Pengkajian Kembali)
Setiap saat (atau secara berkala, sesuai kepentingannya) terhadap semua Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun harus dilakukan review atau peninjauan dan pengkajian kembali.
Review ini harus dilakukan untuk mengetahui sampai dimana kelengkapan dan tingkat efektifitas dari semua Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun masih berlaku, setelah diterapkan dari waktu kewaktu.
Tingkat efekrifitas Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun sangat diperngaruhi oleh berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi, baik internal Dana Pensiun, maupun eksternal.

§ Revision (Perubahan, Perbaikan, Penyempurnaan)
Hasil dan temuan dari pelaksanaan review atau pengkajian kembali terhadap Pedoman Tata Kelola mungkin akan sampai kepada kesimpulan, bahwa kelengkapan atau tingkat efektifitas dan kegunaan dari Pedoman Tata Kelola tertentu telah tidak/kurang memadai lagi, dan oleh karena itu Pedoman Tata Kelola tersebut harus direvisi (revised). Dengan demikian, Pedoman Tata Kelola tersebut akan tatap dan selalu dalam keadaan lengkap, dan terpelihara efektifitasnya.
Revisi terhadap Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun dapat berupa perubahan, perluasan/penambahan, atau pengurangan. 

§ Renewal (Pembaharuan)
Dalam situasi dan keadaan tertentu, pelaksanaan review atau pengkajian kembali Pedoman Tata Kelola mungkin tidak hanya mengharuskan adanya revisi atau perubahan, perluasan/penambahan dan pengurangan terhadap Pedoman Tata Kelola, tetapi bahkan mengharuskan dilakukannya pembaharuan atau renewal.
Sebagai contoh, Pembaharuan Pedoman Tata Kelola harus dibuat dalam hal penerapan sistim Komputerisasi pada kegiatan Akuntansi Dana Pensiun, yang semula diselenggarakan dengan secara tertulis (manual).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar