A. Manajemen Resiko
Pemerintah Daerah
Manajemen risiko yang
efektif adalah salah satu elemen penting dari tata kelola pemerintahan yang
baik (Good Governance). Pemerintah harus secara proaktif memastikan dapat
dicapainya kesinambungan, pelayanan masyarakat, dan pengembangan tujuan
organisasi yang sejalan dengan visi dan misi pemerintah dalam perspektif
memenuhi ekspektasi para stakeholder-nya. Untuk mewujudkan hal tersebut,
manajemen pemerintah perlu secara terus menerus mengenali risiko-risiko tata
kelola yang dapat mempengaruhi kemampuan dalam mencapai tujuan yang sudah
ditetapkan.
Secara umum, risiko didefinisikan sebagai segala
kejadian dalam setiap aktivitas pemerintah yang timbul akibat faktor eksternal
maupun internal, yang mengandung potensi menghambat/ menghalangi pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
Manajemen risiko dirancang
untuk dapat mengidentifikasi, menganalisa dan mengendalikan risiko yang mungkin
terjadi pada setiap proses aktivitas yang dijalankan. Apabila instansi
pemerintah telah memiliki dan menjalankan manajemen risiko yang efektif maka
risiko yang dihadapi oleh pemerintah telah diidentifikasi dan dikelola
sedemikian rupa sampai dengan tingkatan tertentu yang dapat diterima oleh
pemerintah.
Tujuan dan Implementasi Manajemen Risiko
Manajemen Risiko merupakan
suatu proses yang sistematik dan berkelanjutan yang dirancang dan dijalankan
manajemen di seluruh level dan seluruh personil pemerintahan, guna memberikan
keyakinan yang memadai bahwa semua risiko yang berpotensi menghambat pencapaian
tujuan telah diidentifikasi dan dikelola sedemikian rupa sehingga risiko
dimaksud berada dalam batas-batas yang dapat diterima.
Tujuan pokok manajemen risiko antara lain sebagai berikut:
- Memastikan risiko-risiko yang ada di pemerintah telah
diidentifikasi/ dikenali dan dinilai tingkat signifikansinya, serta telah dibuatkan
rencana tindakan untuk meminimalisasi dampak dan kemungkinan terjadinya risiko
tersebut.
- Memastikan bahwa jika rencana tindakan dilaksanakan secara
efektif, maka tindakan dimaksud dapat meminimalisasi dampak dan kemungkinan
terjadinya risiko.
- Memberikan rekomendasi kepada manajemen mengenai risiko-risiko
yang mungkin terjadi serta usulan penanganannya.
Hampir di semua area/ unit
memiliki risiko dengan bentuk yang berbeda-beda. Oleh karena itu manajemen
risiko yang efektif harus menjadi bagian integral dari praktik manajemen
pemerintah.
Proses Manajemen Risiko Pemerintah terdiri dari beberapa tahapan:
1. Identifikasi Risiko (Risk Identification);
2. Penilaian Risiko (Risk Assessment);
3. Penentuan Risk Response;
4. Pemantauan dan Pelaporan Risiko
Tahapan identifikasi
risiko merupakan tahapan mengenali terhadap seluruh aktivitas pemerintah, baik
yang sedang maupun yang baru berjalan. Identifikasi risiko dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengenali factor-faktor risiko yang dapat menghambat pencapaian
tujuan pemerintah, menyebabkan kerugian atau bahkan merusak reputasi
pemerintah. Identifikasi risiko secara menyeluruh yang ada di dalam pemerintah
akan menghasilkan suatu daftar risiko (risk register). Seluruh risiko yang
telah teridentifikasi kemudian dikelompokkan ke dalam kategori-kategori
tertentu seperti risiko strategis, risiko gangguan operasional, risiko
finansial, risiko reputasi, risiko kepegawaian dan lain-lain. Aktivitas
identifikasi risiko merupakan tanggung jawab masing-masing risk owner untuk
proses dan unit terkait.
Tahapan Penilaian
Risiko, merupakan aktivitas yang dilaksanakan untuk menilai besarnya pengaruh
dari risiko-risiko yang telah diidentifikasi terhadap pencapaian tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan. Pengukuran risiko akan dilihat dari 2 (dua)
perspektif yaitu kemungkinan keterjadian (likelihood) dan besarnya pengaruh
risiko kepada Pemerintah (impact). Risiko dinilai dengan mengacu kepada tabel
kriteria yang terkait dengan keterjadian maupun impact. Kriteria sebagai acuan
penilaian dimaksud akan terus berkembang dan berubah untuk disesuaikan dengan
perkembangan aktivitas pemerintah dan perubahan risk appetite manajemen.
Hasil penilaian
seluruh risiko tersebut kemudian dipetakan/ diplot ke dalam suatu kwadran Peta
Risiko (Risk Map). Peta Risiko (Risk Map) merupakan penggambaran secara visual
tingkat masing-masing individual risiko yang telah teridentifikasi dengan
diberi warna-warna menurut tinggi-rendahnya. Risiko-risiko yang sangat tinggi
(Very High) diindikasikan dengan warna merah dan masuk dalam kategori risiko
yang memerlukan perhatian Manajemen. Risiko-risiko ini memerlukan perhatian
segera dari Manajemen karena membutuhkan mitigasi/rencana aksi yang segera
untuk dapat mengurangi besarnya pengaruh dampak dan/atau kemungkinan
keterjadian risiko tersebut. Risiko-risiko tinggi (High) dan menengah (Medium)
secara berturut-turut diindikasikan dengan warna oranye dan kuning. Risiko-
risiko yang masuk dalam kwadran tinggi dan medium (oranye dan kuning),
bersama-sama dengan risiko- risiko dengan katagori sngat tinggi merupakan
risiko pemerintah yang harus 2 menjadi pertimbangan Internal Audit dalam
menentukan focus dan Rencana Kerja Internal Audit. Risiko-risiko rendah (Low)
dan sangat rendah (Very Low) diindikasikan dengan warna biru dan hijau.
Risiko-risiko ini harus dikelola melalui tindakan pemantauan (monitoring) untuk
meyakinkan dampak dan kemungkinan tetap berada di kwadran rendah dan sangat
rendah, atau dapat dikurangi ke tingkat minimum secara ideal.
Tahapan Penentuan Risk Response, rencana
tindakan/aktivitas yang akan dilakukan oleh manajemen dengan tujuan untuk
mengurangi, membagi, menghindar dan/atau menerima risiko-risiko tersebut.
Setelah risiko diidentifikasi dan diukur, maka Manajemen menentukan risk response
untuk risiko-risiko tersebut. Setiap risk response yang ditetapkan harus mampu
membuat tingkat pengaruh (impact) dan tingkat keterjadian (likelihood) dari
risiko-risiko yang teridentifikasi masuk dalam rentang tingkat risiko yang
dapat diterima Pemerintah (Risk Tolerance). 4. Tahapan Pemantauan dan Pelaporan
Risiko Pemantauan dan Pelaporan Risiko adalah aktivitas untuk mendapatkan
informasi up to date dan akurat mengenai risiko pemerintah guna memungkinkan
pengambilan keputusan yang lebih baik. Manfaat dari melakukan pemantauan dan
pelaporan risiko adalah untuk mendapatkan pemahaman dari sifat dan cakupan
risiko-risiko eksisting, untuk mencegah risiko muncul dan untuk menganalisa
kerugian historis. Pemantauan dan pelaporan risiko memiliki tujuan utama memotivasi
pemilik risiko (risk owner) untuk mengambil tanggung jawab manajemen risiko
dengan menjadikannya sebagai bagian penting dari aktivitas bisnis normal yang
menjadi tanggung jawab mereka. Seluruh informasi yang relevan dengan proses
manajemen risiko Pemerintah dikumpulkan dan dikomunikasikan dalam format dan
waktu yang tepat melalui mekanisme pelaporan risiko yang efektif kepada Risk
Owner terkait.
B. Kebijakan
dana Manajemen Pensiun
1.
Kepentingan Pengurus Dana Pensiun terhadap Prosedur Standar
Operasional
Secara
umum, seringkali terdapat pemahaman yang keliru atau kurang tepat tentang
pihak-pihak yang berkepentingan dengan keberadaan dan kelengkapan Prosedur
Standar Operasional (PSO atau SOP) yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga atau
Badan Usaha.
Walaupun
dalam kenyataannya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP memang merupakan
dokumen yang sehari-hari “hanya” menyangkut kepentingan seorang atau sekelompok
orang (Pekerja) untuk digunakan sebagai pedoman untuk melakukan, melaksanakan
dan menyelenggarakan serta menyelesaikan proses pekerjaan tertentu, sebenarnya
Prosedur Standar Operasional atau SOP juga menyangkut kepentingan dan merupakan
dokumen yang mutlak diperlukan oleh berbagai pihak yang lain.
Memperhatikan
luasnya cakupan kegunaan dari dokumen Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP
sebagaimana yang telah dikemukakan dalam bagian tulisan ini sebelumnya, pada
hakekatnya Manajemen (Pengurus) Dana Pensiun merupakan pihak yang
paling bekepentingan dengan ada atau tidaknya serta kelengkapan dan efektifitas
dari dokumen Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP.
§
Tanpa adanya Prosedur Standar
Operasional atau PSO/SOP, Manajemen atau Pengurus Dana Pensiun tidak akan dapat
memiliki keyakinan atau kepastian, bahwa semua Proses pekerjaan operasioanl
yang dijalankan oleh jajaran Dana Pensiun akan terselenggara dan terselesaikan
dengan baik.
§
Manajemen atau Pengurus Dana Pensiun juga berkepentingan untuk memperoleh
kepastian, bahwa semua kebijakan dan strategi yang telah ditetapkan dan
digariskan akan ditaati serta diterapkan. Dengan demikian, tanpa adanya
Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP yang efektif, fungsi dan kegunaan
semua Pedoman Kebijakan Tata Kelola sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban Pengurus kepada Pendiri, Peserta, dan Pemangku Kepentingan
lainnya tidak akan terpenuhi.
§ Manajeman
(Pengurus) Dana Pensiun sangat memerlukan kecukupan dan keakuratan serta
ketepatan waktu perolehan informasi untuk menetapkan berbagai keputusan dan
kebijakan. Data dan informasi
tersebut antara lain didapat dari hasil pelaksanaan kegiatan operasional, yang
harus diselenggarakan berdasarkan Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP
yang baku.
Dengan demikian, tanpa adanya Prosedur Standar
Operasional atau PSO/SOP yang lengkap dan efektif, Manajemen (Pengurus) Dana
Pensiun akan mengalami kesilitan untuk meyakini dan memperoleh kepastian
tentang kelengkapan, keakuratan dan ketepatan waktu perolehan semua informasi
yang digunakan untuk mengambil keputusan dan menetapkan kebijakan.
§ Tanpa adanya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP
yang diterapkan secara efektif dan konsisten, penerapan Pengawasan Internal
sebagai salah satu fungsi Manajemen, atas pelaksanaan operasional kegiatan Dana
Pensiun juga tidak akan dapat berjalan dan terselenggara dengan baik. Demikian pula halnya dengan penerapan Pembinaan dan
Pengawasan oleh Dewan Pengawas dan Regulator.
§ Tidak adanya Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP
yang baku, juga akan mengakibatkan tidak adanya kepastian, bahwa kegiatan
pelayanan dan pemenuhan kepentingan Peserta dan Mitra Kerja dapat terselenggara
dengan tertib, wajar, dan adil.
Sehubungan dengan itu, Manajemen atau Pengurus Dana
Pensiun sebenarnya merupakan pihak yang paling berkepentingan dengan penyusunan
dan penetapan Prosedur Standar Operasional atau PSO/SOP, dan sekaligus
merupakan pihak yang paling bertanggungjawab terhadap kelengkapan Prosedur
Standar Operasional atau PSO/SOP, disamping kelengkapan dari Pedoman Kebijakan
atau Policy.
2. Pemeliharaan
Efektifitas Pedoman Tata Kelola
Sebagaimana
halnya yang seringkali terjadi pada perangkat peraturan dan pedoman lainnya
secara umum, salah satu kelemahan yang mendasar pada penerapan Tata Kelola Dana
Pensiun adalah tidak atau kurangnya konsistensi dan kesinambungan dalam penyusunan/penetapan
dan penerapan Pedoman Tata Kelola.
Seringkali
terjadi, bahwa Pedoman Tata Kelola yang telah disadari kepentingannya, dan pada
awalnya telah disusun dan ditetapkan dengan susah payah, kemudian tidak
diperhatikan efektifitasnya, serta tidak digunakan atau diterapkan secara
konsisten sebagaimana seharusnya.
Seringkali
Pedoman Tata Kelola yang telah ada diperlakukan sekedar sebagai arsip atau
dokumen yang dikategorikan sebagai dokumen pasif dan statis.Sehubungan dengan
itu, Manajemen (Pengurus) Dana Pensiun dan semua pihak yang berkepentingan
dengan penerapan Tata Kelola Yang Baik Dana Pensiun harus sepenuhnya menyadari,
bahwa Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun merupakan seperangkat dokumen yang
dinamis dan aktif, yang setiap saat berubah/berkembang, dan setiap saat
diperlukan dan harus dalam keadaan siap untuk digunakan dengan sebaik-baiknya
sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan pengelolaan Dana Pensiun.
Oleh
karena itu, keseluruhan Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun, baik Pedoman
Kebijakan (Policy), maupun Pedoman Operasional (Prosedur Standar Operasional)
Dana Pensiun harus memenuhi persyaratan yang dikenal sebagai prinsip ”3E3R”,
yakni
§ Existence (Ketersediaan, Kelengkapan)
Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun harus ada (exist)
dan disusun serta ditetapkan secara lengkap, meliputi seluruh kegiatan dan
semua aspek pengelolaan Dana Pensiun, baik dalam bentuk Pedoman Kebijakan
(Policy) maupun Pedoman Operasional (Procedures).
§
Effectiveness (Ke efektifan, Daya Guna)
Pedoman
Tata Kelola Dana Pensiun setiap saat harus selalu dapat digunakan secara efektif,
dalam arti benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan sepenuhnya dapat digunakan
sebagai sarana penunjang dan pedoman pelaksanaan semua kegiatan Dana Pensiun
§ Enforcement (Penerapan, Pendayagunaan)
Seluruh Pedoman Tata Kelola yang ada dan dibuat serta
ditetapkan secara lengkap dan resmi, dan memenuhi syarat untuk dapat digunakan
secara efektif tersebut, hanya akan menjadi sekumpulan dokumen yang tidak
berguna, apabila tidak diterapkan dan dipatuhi (enforced) secara
konsisten dan berkesinambungan.
Seluruh jajaran Dana Pensiun harus memiliki komitmen yang
kuat untuk selalu menerapkan dan mematuhi semua ketentuan dalam Pedoman Tata
Kelola, baik Pedoman Kebijakan (Policy) maupun Pedoman Operasional
(Procedures).
Dalam kaitan ini, keteladanan dari Manajemen/Pengurus
Dana Pensiun dan penerapan fungsi Pengawasan Intern sangat penting dan sangat
besar artinya.
Untuk dapat memenuhi ketiga persyaratan ”3E” bagi
terpeliharanya efektifitas dan kegunaan dari Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun
tersebut, Manajemen/Pengurus Dana Pensiun harus selalu menerapkan tindakan ”3
R” seperti dibawah ini secara konsisten terhadap pengelolaan Pedoman Tata
Kelola Dana Pensiun
Tindakan-tindakan tersebut adalah :
§ Review (Peninjauan Kembali, Pengkajian Kembali)
Setiap saat (atau secara berkala, sesuai kepentingannya)
terhadap semua Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun harus dilakukan review atau
peninjauan dan pengkajian kembali.
Review ini harus dilakukan untuk mengetahui sampai dimana
kelengkapan dan tingkat efektifitas dari semua Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun
masih berlaku, setelah diterapkan dari waktu kewaktu.
Tingkat efekrifitas Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun
sangat diperngaruhi oleh berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi, baik
internal Dana Pensiun, maupun eksternal.
§ Revision (Perubahan, Perbaikan, Penyempurnaan)
Hasil dan temuan dari pelaksanaan review atau pengkajian
kembali terhadap Pedoman Tata Kelola mungkin akan sampai kepada kesimpulan,
bahwa kelengkapan atau tingkat efektifitas dan kegunaan dari Pedoman Tata
Kelola tertentu telah tidak/kurang memadai lagi, dan oleh karena itu Pedoman
Tata Kelola tersebut harus direvisi (revised). Dengan demikian,
Pedoman Tata Kelola tersebut akan tatap dan selalu dalam keadaan lengkap, dan
terpelihara efektifitasnya.
Revisi terhadap Pedoman Tata Kelola Dana Pensiun dapat
berupa perubahan, perluasan/penambahan, atau pengurangan.
§ Renewal (Pembaharuan)
Dalam situasi dan keadaan tertentu, pelaksanaan review
atau pengkajian kembali Pedoman Tata Kelola mungkin tidak hanya mengharuskan
adanya revisi atau perubahan, perluasan/penambahan dan pengurangan terhadap
Pedoman Tata Kelola, tetapi bahkan mengharuskan dilakukannya pembaharuan atau renewal.
Sebagai contoh, Pembaharuan Pedoman Tata Kelola harus
dibuat dalam hal penerapan sistim Komputerisasi pada kegiatan Akuntansi Dana
Pensiun, yang semula diselenggarakan dengan secara tertulis (manual).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar